"Apakah sudah terlalu sempit waktu yang harusnya luang? Mengapa terlalu tergesa akan hadirnya waktu yang memburu. Sebaiknya, atur napasmu, karena itu lebih baik ketimbang terbirit pada kerikil-kerikil taqdir yang belum kau kenali..."
Pukul 22.45
Kelabu seakan mendominasi.
Pada ruang-ruang yang tersuntuk. Biru.
Apa yang terlihat tidak hidup, padahal berteriak.
Apa yang tengah tenang, padahal berkecamuk.
Wajah-wajah. Dengan riang, sedih, tawa, bahkan nestapa.
Pada tombol-tombol yang terlalu sering terketuk.
Apa yang dikejar? Dicari?
Lalu, dimana seharusnya hidup bergulir?
Sekali lagi, angin seakan mempermainkan tirai jendela..
Baiklah. Begini, jika manusia hanya diciptakan untuk mengejar apa yang disebut masa depan, lalu apa status waktu yang kini ia singgahi. Lampau kah? Cita-cita kah?
Sebentar lagi, dedaunan tak terlihat lagi berjatuhan. Di muka gedung yang tengah terengah-engah untuk membangkitkan diri. Disitulah, disitu terdapat sebutir biji kecil yang tersesat karena adanya angin-angin yang tanpa alasan membawanya berlayar.
Sudahlah. Toh rembulan akan selalu setia dengan bumi, selagi ia masih punya gravitasi.
Tak disangka. Rembulan yang kupikir tulus, ternyata juga memiliki rasa pamrih.
Walau alamiah, tapi tetap saja.
Tidak tulus.
Seperti wajah-wajah.
Wajah penari binder, pemain .com,
bermuka dua. Bahkan lebih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar